Alegori, Alter Ego, Placebo (Puisi-puisi di NusantaraNews, 10 dan 17 September 2017 & 1 Oktober 2017)
--
Ada delapan puisi saya yang dimuat dalam waktu terpisah di di kanal “Kreatifitas” situs berita daring NusantaraNews. Berturut-turut pada 10 September 2017, 17 September 2017 dan 1 Oktober 2017. Berikut salinan dari seluruh puisi-puisi tersebut.
______________________________
Mimpi Ibu Mungkin Semacam Nubuat
Sebelum lahir, ibuku sekali waktu bermimpi ganjil
katanya dewasa nanti akan kutulis naskah opera sabun
paling dramatis, paling melankolis, paling panjang
sebab orang-orang di kampungku begitu memuja kemalangan
Pernah mereka rakit sebuah monumen di tapal batas desa
setelah malam tergelap turun diutus oleh langit
membopong banyak gelisah, memberi warna baru pada seluruh kening
Sekali waktu hujan tidak turun selama berbulan-bulan
maka dipanjatkan doa-doa lewat larung sesaji
tak lupa sesembahan penggalan kepala ternak belum kawin
tapi ramalan cuaca tetap sama seperti sebelumnya
mengikis harapan pembaruan salah satu segmen berita
rumah-rumah Tuhan perlahan hilang kumandang
sebab banyak doa menguap dari meja makan
Saat itu, ibuku juga bermimpi ganjil, mungkin semacam nubuat
katanya harus ditanam bibit-bibit cemara di semua bukit desa
kampungku kekurangan pohon dan merayakan tiupan debu
sejak itu, orang-orang antri menafsir bunga tidur di teras rumahku
Masa akil baligh, ibu menyuruhku menikam berbagai macam puisi
harapannya agar kelak aku kerja di ibukota bersama para arsitek dekapan
kutolak nasihatnya, kucabut semua jenis diksi dari ubun-ubun
karena kini yang berguna adalah cara menjelaskan pertempuran
di program berita tengah malam, sesuatu yang selalu ibuku tangisi
(Makassar, Februari 2017)
______________________________
Libur Mendadak
Negaraku sibuk mengarsipkan berbagai perkara :
transkrip persekongkolan pejabat, stadion dengan separuh tribun,
hingga nama-nama pulau terluar yang takkan pernah dikunjungi
sementara kutambah lagi daftar catatan hutang dengan antusias
Negaraku mahir membuat peta dan jejeran lampu lalu lintas
karena ruas jalanan berfungsi melancarkan perpisahan
anak dari kedua orang tua, kekasih dari rumah tunangannya
sementara aku tersesat karena tak mampu mengingat letak seluruh persimpangan
Negaraku mengatur setiap pertikaian terlihat seperti opera sabun
mengisi malam-malam panjang dengan pertanyaan tanpa jawaban
pedoman rujuk sengaja dipendam pada dasar tumpukan buku undang-undang
sementara asyik kucatat beragam kosa kata baru dari debat tanpa aturan bernama internet
Negaraku paham cara menyajikan berita buruk :
tercetak dengan huruf-huruf besar di halaman pertama surat kabar
membuat kami waspada tanpa harus membeli kamus bahasa alam
mungkin itu sebabnya negaraku terlalu dermawan memberi hari libur
(Makassar, Februari 2017)
______________________________
Catatan Malam Karaoke
Orang-orang di ruang karaoke
meluaskan jangkauan patah hati
diikuti rancangan denah tempat sembunyi
sebelum dijepit macam-macam kendaraan
Ratusan hembusan nafas dari botol minuman impor
menjadi hiasan dinding paling tulus
yang memantul, yang merambat
lengkapi perintah untuk tetap padamkan lampu
Dan di kolong meja kuselipkan sedikit ruhku
membaur dengan kawanan kuman di lantai
sebab sofa terlalu santun dan penurut
menolak rebahan hingga lompatan
Pilihlah satu lagu
kemudian lantunkan sebagai suara parau
jangan khawatir, kita jauh dari ketenangan rumah ibadah
anggap saja ini usaha menumpah air mata
di tempat yang tidak semestinya
(Makassar, Februari 2017)
______________________________
Untuk Jarak, Kepalaku dan Rumahmu adalah Acara Komedi
Di jarak, kuukur kembali penantian
dan pesan-pesan singkat bisa diabaikan seperti nasib negara
menjadi jaminan bagimu untuk tetap tidur selepas kembali dari piknik astral
Tidak ada waktu untuk kutipu dengan telak
matematika menyumbang ilmu gamang dalam rahim biru laut
ingatan terpukau cetak biru rancangan jalan pintas keluar dari kantung air mata
Kepalaku adalah setumpuk album foto
diikuti narasi hingar-bingar kota yang mewarisi insomnia
terlihat tubuhku, rebah beku meniru bermacam-macam bentuk trotoar
Rumahmu, terang di pinggir belantara
kawanan liar mengaku asing dengan anatomi lampion
dengarlah ngengat bersidang membahas kemungkinan dekam di keningmu
Di jarak, kupangkas durasiku terjaga
mengelak dari acara komedi di mana aku hanya figuran
pajangan tanpa adegan, belum pantas terekam atau menandingi keriuhan di gawaimu
(Makassar, Desember 2016)
______________________________
Potret Sarapan Pagi di Daerah Urban
Pagi ini aku belum mengunyah apa-apa
kecuali sekilas berita dari negara yang tidak akan kudatangi esok
satu demi satu, hingga mulutku memudahkan izin untuk gunjingan
Percakapan paling sengit diperam untuk tayang tengah malam
alarm weker diutus mengawal orang-orang pergi dari mimpi bertema pertempuran
Kemudian kau bangun, panaskan kompor dan memeriksa kulkas
persediaan diakali dengan cerabutan tipis daging beku
“inilah praktek prosesi cara memuliakan syair pujangga kasmaran
dalam kepul aroma hasil pergumulan macam-macam bumbu rempah”
kau sajikan di dapur tanpa sekat, undangan terbuka tuntaskan lapar
Pagi ini kita makan, seperti biasa, seperti hari-hari kemarin
kecuali sebuah piring yang kosong tanpa hidangan sama sekali
di situ sejak dulu kutaruh daftar rencana liburan yang tidak pernah kita kunyah
(Makassar, Februari 2017)
______________________________
Alegori
Seperti benih-benih jingga yang setia lengkapi parade harian awan
dan usahanya untuk segera hilang dari jangkauan pintu rumah
tanpa permisi, tamu yang harusnya kurir kabar
malah mengajari anak-anakku cara uraikan kemacetan sebagai kelakar
Seperti pantai dan pondok yang pandai menyulut pertemuan
sebab alasan-alasan membatasi waktu untuk mengelak
sengaja dilangsungkan upacara ingatan di penghujung sore
meski hafalan puisi hujan memuai, saat kemarau sepanjang pekan tetap utuh
(Makassar, Februari 2017)
______________________________
Alter Ego
Kusimpan terik matahari timur
agar dia tahu betapa giat
rindu mengukir setiap senti daun pintu dengan presisi
Jam malam dimulai kembali
segera kubur jurnal perjalanan seorang demonstran
karena buku-buku kini dinobatkan jadi ancaman negara
Dengar, detak arloji semakin nyaring
bergulir di kepala para serdadu
seusai serpih pelukan menjadi berhala di garis depan
Jangan sekali-kali mengabadikan satu musim
pergantian tarikh adalah wewenang almanak
kita hanya mengucap dialog rutin awal pekan, contohnya gerutu
Kelahiran, upacara paling khidmat
melepas jabang bayi di bibir belantara
tanpa bekal, kudoakan dia semoga cepat tertawa
Kuperas rahim muson di kamar
perintah hujan bertolak diam-diam
berharap dewata kembali mengingat khidmat senandung
(Makassar, Januari 2017)
______________________________
Placebo
Nanti sakitku mengubah warna cahaya di lorong bangsal
dukungan usaha sia-sia membaca resep dokter dan senyawa kimia dalam obat
berujung pada tidur siang terpanjang : hingga malam
bahkan dalam mimpi pun astralku merasa demam
Lidah menolak segala rasa dengan cara menyebar pahit
indera tersisa berusaha tetap bekerja walau lampaui batas
sementara kulit menyuburkan peluh, hujan seolah pindah ke tubuhku
teh hangat lupa diseduh, lanjutan gagalnya perundingan perihal jam besuk
Puisi-puisi jelas diragukan berhasil datangkan pemulihan
tabib pertama peradaban tak bertetangga dengan pembaur diksi
maka apa yang manjur selain cemilan tablet dan selang infus?
mungkin mengurangi tuntutan tubuh untuk menguasai malam
(Makassar, Februari 2017)