Ketika Dirimu Terjaga
--
Kulihat kantung matamu mengembang
oleh tidur tak lelap yang mengganggumu.
Kemudian kau raih sebuah buku yang
lembar demi lembarnya adalah curahan perasaanmu.
Kau tuliskan kerinduanmu kepada jemariku yang
selalu meraba setiap senti tangan-tangan kecilmu.
Kau juga rindu pada sorot mataku yang
arti setiap tatapannya tak mampu diterjemahkan oleh penamu.
Kau sangat inginkan setiap dekapan merantai yang
selalu haus akan tegukan yang diperoleh dalam helaan waktu.
Kau melihat pena tersebut menjelajahi ruang hatimu yang
berisi berkas-berkas tulisan kerinduan yang kau simpan,
berisi setiap potretku dalam bingkai safir dan berlian,
berisi naskah kata-kata kita di kala mengadakan pertemuan,
berisi irama-irama mengenai diriku yang selalu engkau nyanyikan,
berisi botol-botol nafasku yang mengembun saat kita di dalam pelukan,
berisi rumusan kalimat yang ingin kau ucap dalam bentuk bisikan.
Kulihat kantung matamu semakin mekar
karena terjaga hingga fajar berbinar.
Hasil tulisanmu itu kau baca, lalu kau cium dengan mesra.
Dari jauh, aku terbangun dengan hangat bibirmu di pipiku.
(Makassar, April 2016)