Menuju Casbah
--
(Ilustrasi oleh : Renjaya Siahaan)
Tunggu, haruskah kita berhenti dan bertanya pada bulu kuduk hangus?
aku gemetar tatkala menjalani inkarnasi, terbentang di hadapan gemunung terik
Maka berilah kendi tanpa penutup, padanya kami isikan beribu terima kasih
dan petunjuk arah menuju padang bulan di mana punggungmu akan merasa haus
Jantungmu berdegup tanpa irama, hanya suara-suara, pantul gema lemah
arakan alam menuju atap-atap rumah, laut menyumbang bebauan dan sedih
Tubuh yang berlubang oleh peluru, kau umpan ringkihmu menuju damai
bayaran tak setimpal untuk senja dan seteguk susu dalam cendawan
Memetik keliaran di halaman belakang, kita semai dia dalam ladang minyak
legam dan tumbuh menjadi abu, kau sisakan hingga dikremasi dalam air
Ampuni diriku yang acapkali lupa, kau ahli meniup nafasku menuju awan
lalu aku menunggu tumpangan di halte bis menuju kotamu
(Makassar, Juli 2016)
(Puisi ini pernah dimuat dalam rubrik Rebana surat kabar Analisa Medan edisi 23 Oktober 2016)