Menuju Casbah

Achmad Hidayat Alsair
1 min readNov 11, 2016

--

(Ilustrasi oleh : Renjaya Siahaan)

Tunggu, haruskah kita berhenti dan bertanya pada bulu kuduk hangus?

aku gemetar tatkala menjalani inkarnasi, terbentang di hadapan gemunung terik

Maka berilah kendi tanpa penutup, padanya kami isikan beribu terima kasih

dan petunjuk arah menuju padang bulan di mana punggungmu akan merasa haus

Jantungmu berdegup tanpa irama, hanya suara-suara, pantul gema lemah

arakan alam menuju atap-atap rumah, laut menyumbang bebauan dan sedih

Tubuh yang berlubang oleh peluru, kau umpan ringkihmu menuju damai

bayaran tak setimpal untuk senja dan seteguk susu dalam cendawan

Memetik keliaran di halaman belakang, kita semai dia dalam ladang minyak

legam dan tumbuh menjadi abu, kau sisakan hingga dikremasi dalam air

Ampuni diriku yang acapkali lupa, kau ahli meniup nafasku menuju awan

lalu aku menunggu tumpangan di halte bis menuju kotamu

(Makassar, Juli 2016)

(Puisi ini pernah dimuat dalam rubrik Rebana surat kabar Analisa Medan edisi 23 Oktober 2016)

--

--

Achmad Hidayat Alsair

Percaya bahwa tidur siang lebih berguna daripada begadang.