Panggilan Senja

Achmad Hidayat Alsair
1 min readNov 2, 2016

--

(Pixabay — Bergadder)

Sebuah panggilan dari ufuk barat merayap di telingaku,
menelusup menuju alam bawah sadarku,
mengetuk-ngetuk pintu sanubariku,
meneriakkan namaku di sebuah labirin khayal.
Panggilan itu terdengar lagi,
berasal dari jingga senja yang menyala-nyala,
meneriakkan namamu yang terdengar mendesah,
menggusur akal sehat yang telah kukumpulkan,
merobohkan kelaki-lakianku yang telah kubangun,
meledakkan mesin pembangkit gairahku.
Sebuah nama kini menyelam menuju sanubariku,
menggunakan cahaya senja sebagai oksigennya,
menyusup diam-diam, bersiap menerkam,
menghunus dengan tajam, merobek dengan ganas,
mengancam dengan keras, meledakkan secara masif,
melemparkan pikiranku, hatiku, dan kefanaanku ke dalam sebuah ruangan
dimana kamu kini menjadi penguasanya.
Kau menguasaiku di kala senja ini mulai meredup,
dengan prosesi yang kau mulai sejak senja masih mengkilap.
Ya, aku benci proses itu.
Dimana kau memanfaatkan senja sebagai senjata,
sebuah keindahan yang sangat kukagumi,
dan tak kuketahui kau akan manfaatkan.
Aku kini milikmu sepenuhnya.

(Makassar, 16 September 2015)

--

--