Pemberontakan Puisi (Puisi-puisi Achmad Hidayat Alsair di Buku Antologi Bersama Hari Puisi Indonesia Makassar 2017, “Kata-kata yang Tak Menua”)
Ada dua puisi saya yang turut mengisi buku antologi bersama “Kata-kata yang Tak Menua” yang menjadi bagian dari perayaan Hari Puisi Indonesia tahun 2017 di Makassar. Sebanyak 74 penyair lintas generasi turut ambil bagian dalam buku ini. Mereka antara lain Aspar Paturusi, Abdee Wahab, Abidin Wakur, Ainun Jariah, Alfian Dippahatang, Ana Mustamin, Andika Mappasomba, Arif Hukmi, Asia Ramli Prapanca, Aslan Abidin, Bahar Merdhu, Dalasari Pena, Damar Al-Manakku, Frans Nadjira, Ibe S. Palogai, Irhyl R. Makkatutu, Jusiman Dessirua, Mariati Atkah, Muhammad Amir Jaya, M. Galang Pratama, M. Yulanwar, Nawir Sultan, Rusdin Tompo, Shinta Febriany, dan lain-lain. Berikut salinan puisi yang disebutkan sebelumnya.
______________________________
Pemberontakan Puisi
Puisi-puisi dilepas dari sarangnya
mencari arah menuju pantai paling sepi
di situ, mereka menumpah raung sejadi-jadinya
menghunus tubuh bungkuk pohon-pohon kelapa
membelah karang pemukiman tanpa penghuni
Puisi-puisi tahu mereka yatim piatu
maka dijelajahi setiap setiap rumah di sudut kota ini
mencari tambahan gurat kata untuk tubuh kumalnya
sebagai penanda bila dia menghiasi surat kabar
di halaman paling belakang edisi akhir pekan
dibuang ke tong sampah sebelum hari Minggu mangkat secara resmi
Puisi-puisi terlalu bisu untuk menunda jam tidur
mereka bersiasat menyusup lewati celah pintu
menggores ranjang dengan pena bertinta air
hujan dan darah dari sebuah demonstrasi
engkau terbangun, sontak percaya ibadah suci memang ada
dalam kata-kata, dalam lidah
menguar dari abu perapian yang padam tanpa aba-aba
(Makassar, September 2016)
______________________________
Malam Para Perajuk
Kita berdua terbangun dan mendapati
ruangan ini masih saja berwarna biru
Bukan cahaya lampu, tapi oleh dahaga pelukan
dan genangan tangis hingga mata kaki
Aku tidak tahu cara mengeringkannya,
aku bukan seorang martir
Kau tidak tahu cara mengeringkannya,
Kautelah sengaja menghilangkan sapu tangan
Maka dimulailah prosesi saling umpat satu sama lain
Berharap di sela kalimat pengobar pitam
akan timbul sedikit pengertian
mengenai siapa sebenarnya kau
dan mengapa kita seperaduan
saat foto-foto kita di dinding rumah tidak cukup membantu
Ketika berakhir, akan ada percumbuan
kemudian luka tusukan belati
(Makassar, Mei 2016)