Desain Lanskap Sebuah Pematang (Puisi-puisi Achmad Hidayat Alsair di Radar Surabaya, Minggu 1 Januari 2017)

Achmad Hidayat Alsair
3 min readMar 2, 2017

--

Ada empat puisi saya yang dimuat di kolom “Puisi-Puisi” surat kabar harian Radar Surabaya edisi Minggu 1 Januari 2017. Di lembar yang sama turut dimuat pula cerita pendek karya Mkd Aan’s berjudul “Untuk Kau yang Mengirimiku Sebuah Surat”. Berikut salinan seluruh puisi tersebut.

______________________________

Reportase Musim Hujan (2)

Kusemai bulan di nadir pusarmu sebelum takluk dihujam air kaldu mendung

pangkal lidah dan kelaparan akhir bulan terlalu menakutkan dan menautkan

rerantai benih musim hujan, kokoh berlagak pembatas manuskrip zaman kuno

mistik kelabu serta warna-warna yang tidak tersedia di katalog cat dinding

sesajian paling ditunggu oleh antrian panjang khalayak pendamba tidur siang

mungkin bukan pelatuk senapan atau kemarahan mertua sanggup menghentak

diam saja, tunggu bayi baru lahir memainkan harpa senandung penciptaan

Kuliah pagi perihal rutinitas sembunyi dari kejaran rintik, penyair ikut berduka

padahal hari ini tidak ada ambulans meraung dengan alasan menghindari kemacetan

redupkan lampu kamar, seduh teh hijau untuk menyambut selimut kunang-kunang

pintu dan jendela terlalu kompak mencari alasan, sesekali mereka harus merasa gigil

Makassar, Oktober 2016

______________________________

Reportase Musim Hujan (1)

Kuterbangkan kenariku menuju barat

melawan awan mendung tergelap bulan ini

sayapnya retak lagi repih, fasih menerjemahkan sakit

kabar datangnya terik belum pernah tiba

Surat kabar tergenang gerimis paling dalam

sarang di puncak tertinggi t’lah gugur fondasinya

hilang, telur-telur korban keguguran tak sengaja

induk-induk meraung, paruhnya memukul batang dan daun

Lepas sudah calon peliharaan

bangkai dan bau endapannya mewarnai seluruh dinding rumah

sangkar dihuni lelembut, bahkan remah kotoran ikut merinding

pohon paling rindang kehilangan arwahnya sekali pun

Hari Minggu paling cerah bukan lagi dambaan anak-anak

belajar mencintai badai kini tertera di kurikulum sekolah

tidak ada bulan madu di akhir tahun

pengantin baru meminjam hujan sebagai penghulu nikah

Makassar, September 2016

______________________________

Mencari Kering

Kau jawab resahku dengan menempa doa-doa

sebab aku belum lihai menangisi nisan kemarau

alir sungai mengambil alih tugas topan untuk marah

meluap, tanaman meneguk hingga layu menggelepar

Selamat pagi adalah ucapan rutin kepada gerimis

menyulap selimut sebagai ruang tamu paling hangat

matahari bermain petak umpet bersama anak-anak mendung

binatang melata terburu-buru mencari suaka

Taman kota tergenang menjadi definisi baru kesepian

tidak ada kunjungan, kursi besi belajar cara menggigil

selokan terdalam memberi isyarat lewat buih-buih lemah

naiklah di punggungku, sebelum daratan kering berubah mitos

Makassar, September 2016

______________________________

Desain Lanskap Sebuah Pematang

Bukan tidak mungkin akan tumbuh semak dan rimbun tanpa aba-aba

citra pepohonan meranggas kering jelas bukan lagi dambaan para arsitek

insinyur boleh berdebat perihal apakah surga masih butuh pembangunan

minumlah dulu, kalau-kalau hasil rancangan disemayamkan dalam tong sampah

kemarin berkas perjanjian diubah menjadi ganjalan pintu kontrakan rumah susun

Kalau begini siapa yang salah?

Tengok tajuk berita hari ini. Rawa berniat meminang lagi aliran sungai

pemerintah bekerja terlalu keras menceraikan mereka, dituduh hubungan terlarang

serigala mengganti sarangnya menjadi atap gedung paling tinggi di kota

serangga diangggap makar, mencemari khidmat malam sebuah pemukiman

bunyi-bunyi pengajian asmara, ronda pengusir invasi tikus pematang

Makassar, Oktober 2016

--

--

Achmad Hidayat Alsair

Percaya bahwa tidur siang lebih berguna daripada begadang.