Desain Lanskap Sebuah Pematang (Puisi-puisi Achmad Hidayat Alsair di Radar Surabaya, Minggu 1 Januari 2017)
--
Ada empat puisi saya yang dimuat di kolom “Puisi-Puisi” surat kabar harian Radar Surabaya edisi Minggu 1 Januari 2017. Di lembar yang sama turut dimuat pula cerita pendek karya Mkd Aan’s berjudul “Untuk Kau yang Mengirimiku Sebuah Surat”. Berikut salinan seluruh puisi tersebut.
______________________________
Reportase Musim Hujan (2)
Kusemai bulan di nadir pusarmu sebelum takluk dihujam air kaldu mendung
pangkal lidah dan kelaparan akhir bulan terlalu menakutkan dan menautkan
rerantai benih musim hujan, kokoh berlagak pembatas manuskrip zaman kuno
mistik kelabu serta warna-warna yang tidak tersedia di katalog cat dinding
sesajian paling ditunggu oleh antrian panjang khalayak pendamba tidur siang
mungkin bukan pelatuk senapan atau kemarahan mertua sanggup menghentak
diam saja, tunggu bayi baru lahir memainkan harpa senandung penciptaan
Kuliah pagi perihal rutinitas sembunyi dari kejaran rintik, penyair ikut berduka
padahal hari ini tidak ada ambulans meraung dengan alasan menghindari kemacetan
redupkan lampu kamar, seduh teh hijau untuk menyambut selimut kunang-kunang
pintu dan jendela terlalu kompak mencari alasan, sesekali mereka harus merasa gigil
Makassar, Oktober 2016
______________________________
Reportase Musim Hujan (1)
Kuterbangkan kenariku menuju barat
melawan awan mendung tergelap bulan ini
sayapnya retak lagi repih, fasih menerjemahkan sakit
kabar datangnya terik belum pernah tiba
Surat kabar tergenang gerimis paling dalam
sarang di puncak tertinggi t’lah gugur fondasinya
hilang, telur-telur korban keguguran tak sengaja
induk-induk meraung, paruhnya memukul batang dan daun
Lepas sudah calon peliharaan
bangkai dan bau endapannya mewarnai seluruh dinding rumah
sangkar dihuni lelembut, bahkan remah kotoran ikut merinding
pohon paling rindang kehilangan arwahnya sekali pun
Hari Minggu paling cerah bukan lagi dambaan anak-anak
belajar mencintai badai kini tertera di kurikulum sekolah
tidak ada bulan madu di akhir tahun
pengantin baru meminjam hujan sebagai penghulu nikah
Makassar, September 2016
______________________________
Mencari Kering
Kau jawab resahku dengan menempa doa-doa
sebab aku belum lihai menangisi nisan kemarau
alir sungai mengambil alih tugas topan untuk marah
meluap, tanaman meneguk hingga layu menggelepar
Selamat pagi adalah ucapan rutin kepada gerimis
menyulap selimut sebagai ruang tamu paling hangat
matahari bermain petak umpet bersama anak-anak mendung
binatang melata terburu-buru mencari suaka
Taman kota tergenang menjadi definisi baru kesepian
tidak ada kunjungan, kursi besi belajar cara menggigil
selokan terdalam memberi isyarat lewat buih-buih lemah
naiklah di punggungku, sebelum daratan kering berubah mitos
Makassar, September 2016
______________________________
Desain Lanskap Sebuah Pematang
Bukan tidak mungkin akan tumbuh semak dan rimbun tanpa aba-aba
citra pepohonan meranggas kering jelas bukan lagi dambaan para arsitek
insinyur boleh berdebat perihal apakah surga masih butuh pembangunan
minumlah dulu, kalau-kalau hasil rancangan disemayamkan dalam tong sampah
kemarin berkas perjanjian diubah menjadi ganjalan pintu kontrakan rumah susun
Kalau begini siapa yang salah?
Tengok tajuk berita hari ini. Rawa berniat meminang lagi aliran sungai
pemerintah bekerja terlalu keras menceraikan mereka, dituduh hubungan terlarang
serigala mengganti sarangnya menjadi atap gedung paling tinggi di kota
serangga diangggap makar, mencemari khidmat malam sebuah pemukiman
bunyi-bunyi pengajian asmara, ronda pengusir invasi tikus pematang
Makassar, Oktober 2016