Kenangan Kunang-Kunang (Puisi-puisi Achmad Hidayat Alsair di ReadZone, Jumat 20 Mei 2016)

Achmad Hidayat Alsair
2 min readJan 15, 2017

--

Ada tiga puisi saya yang tayang di kanal “Puisi” situs sastra daring regional Kalimantan Selatan, ReadZone.com pada 20 Mei 2016. Tautan menuju artikel : http://www.readzonekami.com/2016/05/achmad-hidayat-kenangan-kunang-kunang.html. Berikut salinan seluruh puisi tersebut.

______________________________

KENANGAN KUNANG-KUNANG

“Apa yang kamu ingat?” “Wajahmu.”
“Apa yang terpatri itu?” “Mengenang dirimu.”
“Apakah kenangan itu?”
“Tak sulit. Kenangan adalah barisan
kunang-kunang yang beterbangan,
bercahaya dan mengerlap penuh magis.
Pancaran kuning rapi berbaris,
akan membuatmu terpana
kemudian menangis karena
engkau teringat akan semua
yang telah kita lakukan bersama.”
“Lalu kenapa tidak coba memandu
kembali kunang-kunang itu?”
“Mereka menjauh bersama perginya dirimu.”
“Kumohon, berhentilah bergurau.
Peluk dan ciumlah aku.
Kujamin tak ada lagi perjalanan jauh.
Tak ada lagi derita untukmu.”
Dan kemudian mereka berpelukan
berdua saling menghangatkan
sang kekasih melepas kediaman.

(Makassar, Januari 2016)

_____________________________

CERMINAN

temaram lampu kota, dimana orang-orang mencari kehangatan
suara-suara bising sembunyikan keluh kesah isyarat kepedihan
ombak hanyalah bagian dari meditasi, pelumat sebagian kelelahan
bening cahaya gemintang, tak ada yang hirau pada kerlap keselarasan
aku tersudut sepi menanti hinggapnya manja sebuah rona
dan terbangun sebuah cerminan mengenai hal-hal yang dijalani bersama
ada yang merindukan dirimu semenjak senjakala

(Pantai Losari, September 2015)

______________________________

SEBELUM BERANGKAT

Kuhirup dalam-dalam wangi jemarimu
yang berselimut hangatnya rembulan tengah almanak.
Kutatap lekat-lekat buram potretmu
yang kusimpan dalam almari bernama sanubari.
Kubelai pelan-pelan gelombang rambutmu
yang tergerai di dalam sebuah aliran penuh bebatuan.
Kudekap erat-erat hangat tubuhmu
yang berbaur dalam sebuah artikulasi malam dingin.
Dan ketika nanti engkau kurelakan pergi,
tak ada lagi wajahmu berayun dalam berandaku.

(Makassar, Februari 2016)

--

--