Tanggal Merah, Lembar Satu (Puisi-puisi Achmad Hidayat Alsair di Tanjungpinang Pos, Minggu 19 Juli 2016)
--
Ada tujuh puisi pendek karya saya yang dimuat di rubrik “Sastra” harian Tanjungpinang Pos edisi Minggu 19 Juli 2016. Di lembar yang sama juga termuat cerita pendek karya kak Ken Hanggara berjudul “Pesan Kiamat dari Pertapa”. Berikut ini semua salinan puisi pada edisi tersebut.
______________________________
Serupa Imaji
Terpasung diriku di peraduan
menunggu hasrat tampakkan wujud
yang menarik setiap jiwa
untuk hambakan diri padanya.
Ketika surya mulai meninggi
dan dirimu tak kunjung lelah
oleh berbagai permintaan janggal
maka engkau tak ubahnya
kibasan sayap-sayap malaikat
di garis khayal rotasi bumi.
Seolah kotak kosong rasa jemu
yang telah jutaan masa tak terisi.
Tubuhmu laksana jenderal jumawa
yang berusaha taklukkan cakrawala
tanpa hirau bahwa separuh dunia
pasrah terbaring di bawah terompahnya.
Dan di atas nyamannya bantal
imajiku tergelar mengenai
wujud-wujudmu yang kasat mata
mencoba menerabas kabut rawa
namun tak mampu dilakukan
hingga pasrah dalam dekapan malam.
(Makassar, 3 Maret 2016)
______________________________
Deretan Pertanyaan Biasa
Lupa aku bagaimana rasanya cinta.
Apa rasa menatap matanya?
Kemana hilangnya desir di dada?
Berdua walau dalam hening, itu apa?
Masih adakah lembut belai jemarinya?
Tampak seperti apa wangi rambut kala tergerai indah?
Dan saat-saat yang dihabiskan untuk menjamu senja,
ciuman menenangkan yang mungkin khayal belaka,
runtuhnya sandaran kala sedih berupa pundaknya.
Bagaimana dengan genggaman tangan yang selalu ada?
Cinta itu apa? Kemana itu semua?
Aku lupa bagaimana rasanya.
Suaramu menangis terbang dengan leluasa.
(Makassar, 26 Februari 2016)
______________________________
Tanggal Merah
Aku memandang matahari terbit
dari sela-sela jenjang kakimu,
kurasakan kerinduan akan perapian
tempat kita membakar penat
namun terlanjur kubekukan bara
dengan lagu-lagu upacara pemakaman.
(Ramsis Unhas, 29 Mei 2016)
______________________________
Lembar Satu
Dan kutulis bentang pasir ini
semua kumulai dari awal lagi
kubiarkan penaku gemetaran sendiri
senja menyuruhku untuk berhenti
(Makassar, 12 April 2016)
______________________________
Terlampau Deras
Sebagaimana hujan yang bertandang
meminta restu untuk meminang bumi
Biarkan hanyut dalam alir dahaga
di wajah manusia yang semakin mengkerut
Aku hanya tersungut, keruh karena basah kuyup
(Makassar, 11 Mei 2016)
______________________________
Mencari Bintang di Langit Makassar
Tak mampu kudapatkan, pijar di atas trotoar selalu menjadi halangan.
Aku berkendara menuju pemukiman di pinggir persawahan
dan bintang pun melihat diriku tanpa mengucap kata peluruh kediaman.
Malam ini, aku ada kencan yang tak mungkin kuwujudkan.
(Bantimurung, 30 Mei 2016)
______________________________
Harapan Kepada Orang Asing
Jika kita bertemu lagi nanti,
harap saling bertanya nama dan kegemaran satu sama lain.
Sediakan pula dua cangkir hangat kopi,
kuharap perbincangan kita akan lama bukan main.
(Makassar, 31 Mei 2016)