Sakit Seorang Pawang Hujan (Puisi-puisi Achmad Hidayat Alsair di Fajar Makassar, Minggu 28 Mei 2017)

Achmad Hidayat Alsair
2 min readSep 13, 2017

--

Ada dua puisi saya yang dimuat di rubrik “Budaya” harian Fajar Makassar edisi Minggu , 28 Mei 2017. Di lembar sama turut dimuat pula cerpen karya Osella berjudul “Oapako”, puisi dari bang Arif Hukmi berjudul “Surat dari Jeruji” dan apresiasi dari Bayu Firmansyah berjudul “Mencari Identitas Budaya Kota Makassar”. Berikut salinan puisi-puisi tersebut.

______________________________

Sakit Seorang Pawang Hujan

Aku tidak bisa terus merawat hujan dan anak-anaknya

di saat kalender pamit pergi mandi setelah duabelas bulan

menjadi pajangan, bertugas membantuku menghafal hari-hari penting :

hari angin berubah haluan menuju tempat-tempat asing

yang bahkan tidak pernah guruku sebut di bangku sekolah,

hari kawanan burung camar menghindari kota dan malas migrasi

sebab ranting-ranting penyusun sarang menjadi tempat hangat tersisa,

hari pantai tenggelam setelah butiran pasir disentuh tangan badai

dan menghapus dermaga dari tempatnya dulu dipotret orang-orang

Di rumah sakit, dokter dan perawat berdebat sengit hingga larut malam

aku butuh perawatan namun obatnya hanya tegukan biji mendung

bercampur saripati cahaya kunang-kunang di musim kawin

Tubuhku kepayahan dan berlubang di sana-sini

senja menderaku dengan tombak-tombak cahaya gemerlap

terlalu tajam, selama ini bentuk pedang hanya kutahu dari etalase toko mainan

Padahal ibuku telah mengajarkan cara membedakan musim

melalui tarian rasi bintang dan noda-noda pada tubuh purnama

tiap hari kelima belas, di antara deru pesawat ingin mendarat

dan tatapan tajam kucing jantan yang terlalu lama kesepian

Hai, mungkin kau tahu cara mencuri secuil kulit jantung surya pagi

setelah senja mencukur habis rambut dan semangat beliaku

kita bisa pajang dia sebagai pasangan lampu neon di kamar

sebelum malam tergelap diutus mensucikan rumah-rumah di ibukota

Tunggu, bisa kau ganti tabung infus?

Anak-anak hujan telah beku di saluran nadiku

(Makassar, Mei 2017)

______________________________

Seni Menyeberang Jalan

Jadi, kusarankan pasang kuda-kuda dulu

kita tidak berniat menantang aparat di pos jaga

ruas-ruas jalanan juga bukan kawasan rimba liar

tapi di bentang aspal ini sering kutumpah macam-macam warna

sering diliput tayangan dokumenter larut malam

Lambaian tangan sudah hilang khasiat manjurnya

supir sudah lupa alamat kekasihmu yang paling cantik

lama tak bersua, bensin menyaru jelma keringat

persimpangan antara sunyi rumah dan dentum bengkel

kadang rumah sakit diikuti rumitnya asuransi mengingat nama

Jangan tergesa, tengok segala arah

bahkan pohon tumbang hendak pamer jumawa

pada pelangkah linglung karena terlalu banyak mendengar omelan

langit pun fasih meringis saksikan rutinitas pulang kerja

lampu lalu lintas hanya bertugas memberi kita kursus singkat kesabaran

Menyeberanglah, pelan saja

jangan takut, kita jauh dari gelanggang perang

(Makassar, November 2016)

--

--

Achmad Hidayat Alsair

Percaya bahwa tidur siang lebih berguna daripada begadang.