Uraian Sepi (Puisi Achmad Hidayat Alsair di Fajar Makassar, Minggu 17 Juli 2016)

Achmad Hidayat Alsair
1 min readDec 27, 2016

Ada satu puisi saya yang berjudul “Uraian Sepi” dimuat dalam rubrik “Budaya” harian Fajar Makassar edisi Minggu, 17 Juli 2016. Di lembar yang sama juga turut dimuat cerita pendek karya Rani Ar Rayyan berjudul “Perihal Mudik”, puisi Nurchaliq Majid berjudul “Datangnya Purnama Kesepuluh (Syawal)”, dan tulisan Apresiasi dari Zulfikar Hafiq bertajuk “Berkembangnya Penulisan Sejarah Bangsa Sendiri (Pembacaan Novel Rumpa’na Bone)”. Berikut salinan puisi tersebut.

______________________________

Uraian Sepi

Dalam keramaian, aku mencari diam yang lupa kusimpan untuk diri sendiri.
Menyuruhmu berhenti, dan runtuhlah gunung oleh tak pastinya pijakan kaki.
Hanya ada nyeri, lalu sebuah penjelajahan di ruang sempit selama beribu hari.
Kuharap keriuhan ini akan bertahan hingga esok kala pagi perlahan menggenangi.

Kau sentuh layar ponselmu, takzim menunduk saat pertemuan yang tak diinginkan terjadi.
Menyudutkan waktu, menginjak tangan-tangan ringkih ritual menjabat tanpa jemari.
Riuh percakapan anak-anak mengenai pesta dan para dewasa yang lelah oleh asmara.
Dihadapkan pada kursi-kursi kosong tanpa pasangan, ada wujudku ingin mengentahkan dirinya.
Lalu kulempar pandanganku ke luar jendela, hanya ada sepi dan segala serangga yang menyangga.

(Makassar, Juli 2016)

--

--

Achmad Hidayat Alsair

Percaya bahwa tidur siang lebih berguna daripada begadang.